– Postingan blog ini murni curhatan saat awal sebelum menuju persiapan pernikahan –
Selesai mengarungi tahap pertama kegalauan tentang kesiapan diri untuk menikah, rupanya saya harus menghadapai tahap galau lainnya. Kali ini terjadi selama masa menanti dilamar (long distance engagement) saya mempertanyakan makna pernikahan.
Tak jarang pula saya menanyakan makna pernikahan kepada teman-teman saya. Di satu sisi mereka berujar pernikahan ialah sebuah lembaga legal yang agung, di sisi lain termenung lalu berujar jika mereka belum dalam tahap kesiapan bahkan untuk membahasnya.
Posisinya saya sedang galau, terlalu banyak pikiran ini itu. Saat seperti inilah saya akui tak bisa merawat hubungan lain bahkan pertemanan. Memilih untuk menarik diri dari peredaran dan pergaulan karena merasa energinya sudah habis di kepala.
Sejujurnya saya tak berani menanyakan lebih dalam tentang pernikahan karena akan balik ke pertanyaan siap atau tidak. Saya paham benar kewajiban yang harus dijalani kemudian, kompromi soal hal sensitif juga sudah selesai, yang dibutuhkan saat itu adalah testimoni tentang pernikahan yang adil.
Secuil Pembelajaran Tentang Makna Pernikahan
Apa itu pernikahan yang adil? Hahahaha saya juga tidak paham benar. Saya ingat jika, kita mencari tahu; membaca; mendengar; menerima hal-hal yang ingin kita cari; baca; dengar; terima. Ini mungkin tahap pencarian pembenaran untuk kesiapan mental yang sesungguhnya kelak. Anggap saja begitu.
Hinggaplah saya pada Youtube, entah bagaimana saya kembali menemui salah satu vlog lama Eat Your Kimchi yang sudah berubah jadi Eat Your Sushi. Di sana pun tanpa sengaja menyimak salah satu cerita tentang pernikahan mereka.
Mereka menyatakan jika hal-hal dalam video itu yang dirasa membuat mereka bahagia menjalani pernikahan, dan mungkin tak bisa berlaku kepada semua orang. Hal yang paling menampol adalah bagi Simon dan Martina Pernikahan itu seperti karir kerja bukan sebuah pencapaian yang kemudian disepelekan.
Ini soal pola pikir, di mana ketika orang bekerja mereka akan sangat fokus dan berusaha untuk melakukan segala hal. Dan pekerjaan utama dalam pernikahan menurut mereka adalah membuat pasangan bahagia.
AH-moment saya rasakan ketika mereka berujar jika ‘saya merasa bahagia jika melihat Martina bahagia, dan proses membuat dia bahagia yang saya lakukan juga membuat diri saya bahagia‘ (kurang lebih ya, aduh pemahaman bahasa Inggris saya jelek sih).
Mereka menyatakan jika pernikahan bagi mereka bukan tentang siapa yang paling banyak memberi, proses / usaha untuk membuat pasangan bahagia juga bukan sebuah pamrih yang layak ditagih kemudian hari. Pernikahan juga bukan tentang pengorbanan yang wajib dilakukan, usaha itu dilakukan karena rasa ikhlas.
Pernikahan dan Saling Menghormati di Level Lebih Tinggi
Sebuah pola pikir baru bagi saya yang baru belajar tentang makna pernikahan sebelum menikah. Testimoni yang sejauh ini memuaskan dan menguatkan saya untuk maju ke depan menjalani pernikahan.
Testimoni seperti ini jarang saya temui di Indonesia (atau mungkin saya kurang wawasan), mungkin karena batasan etika jadi opini tersebut tidak keluar. Bahwa membicarakan tentang bahagianya pernikahan bisa dipandang sebagai pamer dan tidak punya perasaan kepada orang yang belum menikah. Bahwa membicarakan kesulitan pernikahan bisa dipandang mencari perhatian.
Dari video Simon dan Martina, saya sedikit belajar tentang pemahaman ‘menghormati‘ dalam pernikahan ternyata berada di level lebih tinggi dan melibatkan kedua belah pihak. Satu sama lain saling mendukung, karena kehidupan pernikahan bukan cuma satu hari saja tapi setiap hari.
—
Itu tadi sedikit cerita pencarian makna pernikahan yang saya dapat tatkala gamang. Saya tidak punya waktu untuk bercengkrama atau diskusi dengan tetua yang lalu mendapatkan nasehat seperti kebanyakan orang. Karena saat itu juga untuk sekedar mengeluarkan 1 kata dalam sesi curhat saja bisa memicu rintik air mata.
Demi menghindari terburainya air mata yang terlalu lebay, menangis itu melelahkan lho, saya tetap menyimpan banyak ganjalan; pertanyaan; keingintahuan lebih dalam diri. Waktu itu di depan saya masih banyak hal yang harus saya selesaikan dan itu lebih penting daripada menangis tersedu-sedu.
Ehehehe…sekian dan terima kasih 🙂