Kesan Pertama Mencoba Metode KonMari Saat Pindahan Kosan

Sebelumnya sudah berkenalan sejenak tentang metode KonMari ini, kali ini saatnya saya menceritakan bagaimana pengalaman menggunakan cara ini untuk beberes. Jujur saja ya, KonMari method bukan hal mudah, bisa dibilang kesan pertama tak seindah bagaimana mbak Kondo dalam setiap video-videonya.

Namun tenang, saya berhasil memindahkan barang kosan ke rumah dengan pengurangan mungkin bisa dibilang setengahnya. Lalu waktu pindah ke Jogja, barangnya berkurang lagi, masih dengan metode bebersih yang sama. Awalnya memang pahit, kalau kamu merasa demikian, kamu tak sendirian.

Pengalaman Pertama, Begitu Berat Untuk Mulai Metode KonMari

Landasan dasarnya mungkin karena saya tak punya kebiasaan beberes yang maksimal sebelumnya, cenderung jadi pengumpul, dan belum menemukan konsep hidup yang diusung oleh Marie Kondo. Setelah menonton berbagai videonya, dulu masih sebatas di Youtube, saya (mungkin kamu juga) merasa bersemangat untuk memulai beberes.

Sebenarnya ini semangat yang tepat banget kok. Tapi ketika dihadapkan dengan barang-barang saya sendiri, wah tak semudah itu. Yang dilakukan adalah melihat menyeluruh, kita akan tahu banget jika barang itu ada buanyak banget. Seketika anjlok sudah semangat tadi.

Tidak ada pergerakan pasti, hanya membuang waktu dengan merapikan lemari baju saja. Padahal bukan itu kan inti beberesnya, waktu itu juga tujuannya bukan diberesin tapi bagaimana saya memilih yang akan dibawa pindahan. 

Photo by Ketut Subiyanto from Pexels

Sendiri. Saat itu saya hanya sendiri, paling akhir pekan ada teman yang berkunjung ke kos, namun selebihnya ya hanya saya sendiri. Rasa kesepian mengerjakan seorang diri ini menggerogoti saya, semakin saya rasakan maka semakin saya merasa berat untuk memulai. Yang ada sedih saja karena ada banyak banget daftar beberesnya.

Di sini saya jadi sadar… ah ini ya gunanya mba Marie Kondo jadi konsultan bebersih. Energi dia yang positif, semangat dia yang luar biasa, dan keberadaannya yang solutif membuat acara beberesnya bisa lebih cepat selesai. Apalagi dia sudah berpengalaman dan punya hobi beberes. 

Sementara saya, sangat tidak mengenal beberes kosan secara menyeluruh. Apalagi ya keterikatan dengan barang-barang pada masa perjuangan sangat besar. Sungguh itu berat banget untuk membuangnya.

Merasa Capek Ber-KonMari Hingga Malas Menyelesaikan

Oh tentu saya terus berusaha menyeret diri untuk beberes setiap sudut kamar. Pelan-pelan saya bisa memilah baju yang bisa dipakai, baju yang sudah selayaknya saya buang atau berikan kepada orang lain agar lebih berguna. Yak itu saja memakan banyak waktu.

Kebetulan saya tak punya koleksi buku, jadi langsung menyisir barang-barang perintilan yang ternyata banyak saya simpan dalam kontainer. Pada masa ini saya merasa kelelahan. Sekali lagi karena sendirian dan banyak banget barangnya. Ya gimana ya, tadi sudah berjuang di baju, lalu pas bongkar kontainer ternyata barang yang harus dibereskan ada lebih banyak lagi.

Rasanya tertampar harta karun di kamar. Hahaha dan saya tidak memakai strategi untuk cicil per-hari. Saya pusatkan ke akhir pekan yang mana energi badan sudah sangat capek untuk berurusan memilah barang. Bukan segera diselesaikan, saya malah lebih sering untuk menundanya, lebih terasa malas.

Berhasil Menyelesaikan Beberes Kosan Dengan KonMari

Jika tadi kesan dan apa yang saya rasakan selama pertama mencoba KonMari, lantas bagaimana nasib kamar kosan itu? Tenang, beres tepat waktu. Hal ini setelah saya berhenti sejenak, merenungkan lagi sebenarnya apa yang ingin dicapai dalam sesi bebersih ini? Apa tujuan utama beberes ini?

Photo by Karolina Grabowska from Pexels

Tak hanya itu, saya juga mulai memberikan tenggat waktu, karena memang harus mengirim barang sebelum akhirnya keluar dari kosan. Fakta saya punya sedikit waktu untuk menyelesaikan beberes sedikit banyak bisa mendorong semangat memulai lagi.

Ketika kita sudah kembali dari merenungkan, mengurai benang kusut di kepala, dan menentukan tujuan maka merapikan kamar dalam skala besar bisa tercapai. Di kasus saya sih demikian ya.

Bagaimana jika saya susah melepaskan barang?

  • Ada dua opsi yang dipilih, untuk disimpan dan nanti tiga bulan lagi dievaluasi apakah digunakan. Opsi ini biasanya kalau tak mengevaluasi atau melakukan bebersih lagi maka barang itu akan terus saja ada dan mungkin tak digunakan.
  • Pilihan kedua adalah direnungkan apa selama ini sudah berguna dengan dipakai, dan coba pegang dekatkan dengan diri sembari bertanya apa senang dengan barang ini. Temukan apakah cukup spark joy? Kalau tidak, relakan, biarkan dia lebih berguna untuk orang lain.

Biasanya konsep spark joy ini agak absurd di awal ya, tapi lama-lama kamu akan biasa memilah barang. Apakah barang ini:

  • Hanya kamu kumpulkan tanpa kamu manfaatkan dengan baik
  • Kamu manfaatkan pada awal tapi dilupakan dan sekarang malas untuk memakainya tapi sayang dibuang
  • Telah kamu lupakan keberadaannya
  • Barangnya memang digunakan semaksimal mungkin

Bagaimana jika barang tak pernah dipakai tapi tetap ingin disimpan?

Tak apa, ada prosesnya kok. Ada waktunya kamu akan bisa mengerti bagaimana porsi berharganya sebuah barang. Semakin sering kamu cek, semakin kamu menyadari fungsi si barang dalam hidupmu. Kalau saya, memang ada barang yang tetap saya simpan terutama kalau itu berkaitan dengan hobi.

Yang utama adalah kita tau barangnya, tidak membeli lagi karena yang tadi saja belum dipakai kan, dan sadar juga sama lokasi penyimpanan di rumah. Ingat tujuannya itu menyimpan barang secara terkelompokkan dan mudah diambil bukan tersembunyi ya.

Seru kan, kalau pelan-pelan saja prosesnya. Saran saya sih kalau tak terpaksa jangan diburu waktu seperti yang saya lakukan. Gunakan waktumu dengan maksimal untuk membentuk kebiasaan beberes rumah. Gunakan metode KonMari atau metoda lain yang nyaman serta sesuai dengan kebiasaan hidupmu. Okeh, lanjut postingan selanjutnya ya. Cek juga artikel lain, klik gambar di bawah ini:

2 comments
  1. gimana nasib barang yang dibuang atau diberikan ke teman? kalo dibuang, dibuang ke mana? terus kalo misal tidak ada teman yang mau menerima, bagaimana?

    1. Nah, ada cerita juga terkait buang barang pas bantuin temen beberes rumah, mungkin akan aku buat postingan lagi.
      Tapi kalau waktu aku pindah kos itu, aku sudah sortir mana barang yang ternyata emang kumpulan sampah, aku juga pilah kerdus karena ini barang bisa dijual lagi sama pemulung/kang sampah, mana baju yang udah sowek gombal mukio, mana yang bisa dikasih. Dulu baju yang dikasih itu aku berikan ke ibu kos, jadi dah bilang dulu mau buang banyak barang, beliau yang ntar buka lapak ke pengurus rumah sekitar komplek kosan :))

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You May Also Like