Kisah Komitmen Mengadopsi Kucing

Memang sudah waktunya membagikan cerita perjalanan hingga akhirnya berkomitmen mengadopsi anak bulu, kucing. Sebenarnya selama saya menetap di sebuah tempat, tak pernah saya kehilangan jejak kedekatan dengan kucing. Pertama hidup berdampingan dengan kucing ialah saat remaja, ketika itu ada seekor kucing yang tiba-tiba datang entah dari mana dan kemudian menetap (berteduh dan istirahat) sebelum akhirnya tiba-tiba juga meninggal.

Dari sana meski hanya seminggu namun begitu berkesan. Eh, tapi sejak itu muncul kucing betina yang kemudian rajin diberi makan hingga tentu saja beranak pinak. Saat berpindah di Jakarta, mulai menyisihkan uang untuk memberi makan kucing sekitaran tempat kos. Syukurnya banyak kucing disekitaran kos, dan ada kos yang juga memelihara kucing.

Tiba saya hidup bersama suami, mulai berdiskusi tentang keberadaan kucing. Rupanya kami berdua sama-sama hidup berdekatan dengan kucing secara tak langsung. Terpikir untuk memelihara kucing, namun saya sendiri tak pernah 100% memelihara kucing. Selama ini saya hanya sekedar memberi makan di luar rumah, tak mengurus hajat, dan kesehatan jadi belum bisa dibilang memelihara.

Tapi kebiasaan beli makanan kucing untuk memberi makan kalau ketemu di mana pun masih saya teruskan. Hingga saya mulai menyadari jika di lingkungan baru ini ada banyak kucing berseliweran, tak jarang melihat kucing ras berbulu lebat lewat begitu saja depan rumah. Kalau kucing ras saya pikir pasti punya orang, apalagi jika ada kalung di leher. Tapi populasi kucing domestik bulu pendek tak kalah banyak. Jadilah saya berbikir untuk memberi makan saja seperti kebiasaan sebelumnya.

Kucing Garong Lusuh yang Berjodoh dengan Rumah

Suatu hari saya mendengar suara meongan yang keras, tegas, galak, serak-serak gitu. Segera saya mengisi wadah makan dengan pakan kering, berharap kucing itu mampir ke teras rumah. Yap, kucing kelaparan berwarna oranye itu muncul memakan pakan kering yang sudah disiapkan. Kepalanya lebih besar dari wadah makanan, meski agak kesulitan memakan namun tetap habis. 

Saya beranikan untuk mengelus kepalanya, dan ia tak beranjak malah melanjutkan makannya. Beda dengan banyak kucing lain yang takut jika ada tangan manusia melongok dari jendela. Selesai makan, dia beristirahat sejenak di teras. Mungkin kala itu dia berpikir jika tempat ini tak buruk juga makanannya. Saya sempat mengabadikan pertemuan pertama dengan kucing ini.

Wingko Babang awal berjumpa

Berwarna oranye, warna bulunya agak lusuh tidak mengkilap, memiliki motif marbel, perutnya memiliki lekukan tanda dia jarang mendapatkan asupan makanan. Wajahnya tak ramah namun ia tidak mencoba melakukan perlawanan saat berada di dekat manusia. Badannya tergolong besar, khas kucing garong, apalagi ditambah suaranya yang sumbang kalau jalan. Tak berapa lama dia pun beranjak, dan saya baru tahu jika ia pincang.

Menjebak Kucing untuk Tinggal di Rumah Baru

Berbekal kejadian itu, saya pun menceritakan betapa menyenangkan melihat kucing garong yang tidak galak. Saya dan suami rupanya tak pernah punya kucing dengan warna cokelat atau oranye. Namun sayangnya pertemuan kami menguap begitu saja, karena kucing itu tak kunjung datang lagi hingga satu bulan.

Mungkin namanya sudah jodoh ya, waktu itu kami baru saja membeli pakan-pakan untuk kucing. Kami belikan juga pakan basah. Masih teringat jelas, malam hari saat sibuk menyiapkan makanan untuk suami, terdengar suara meong keras dan sumbang itu lagi dari kejauhan. Suara itu semakin mendekat ke teras, saya meminta suami untuk melihat apakah yang datang kucing oranye.

Pucuk di cinta ulam pun tiba, kucing itu datang lagi. Kali ini saya berinisiatif untuk memberikan makanan basah. Saya meminta suami membawa masuk kucing yang masih ringan beratnya itu agar nantinya lebih fokus makan. Dia tak memberontak diangkat, dan menanti dengan takzim saat sata menyiapkan makanan basah.

Namanya juga kucing kelaparan, diberi makan enak pasti tak menolak. Ia menghabiskan makan basah dengan cepat dan lucunya tak beranjak dari tempatnya. Seusai membersihkan diri dari sisa-sisa makanan enak, ia pun rebahan. Yaps, kucing ini tak mau meninggalkan rumah.

Secara garis besar rencana menjebak kucing ini berhasil. Ia kemudian menghabiskan waktu di area rumah. Beberapa waktu ia akan pergi bermain lalu kembali lagi meminta makan. Pada masa ini dia masih tidur di luar entah itu teras atau garasi.

Memutuskan Berkomitmen Memelihara Babang

Niat awal memang hanya memberi makan kucing dan memeliharanya seperti dulu kami hanya memberi makan sebelumnya. Tapi wacana itu berubah setelah satu minggu kami tinggal, saat kami kembali ia pun datang dari entah rumah mana dan menyambut kami. Di sini awal kami terbuai dengan loyalitasnya kepada kami penyedia makanan enak.

Akhirnya dibelikan liter atau bak untuk pasir tempat dia buang hajat. Tak lupa meningkatkan kualitas pakan yang diberikan. Lama kelamaan kehadirannya sudah jadi candu. Secara bertahap akhirnya kami ijinkan dia untuk tidur di rumah, kecuali kamar tidur ya, segala sudut bisa jadi tempat dia tidur.

Wingko Babang berkembang
Perkembangan wujud Wingko Babang

Waktu pertama kami ijinkan dia tidur di dalam, saat itu kami berpikir memberi dia nama. Perawakannya yang besar, muka tak ramah, cukup galak meski kadang juga manis, dan suara yang kasarnya membuat dia mirip garong atau preman. Dari sana saya memanggilnya Babang. Babang preman kucing, kurang lebih kesan itu yang tertanam di benak. Karena warnanya oranye atau sedikit kecokelatan mengingatkan saya pada makanan manis Wingko Babat. Jadilah nama dia Wingko Babang.

Komitmen Berkelanjutan dengan Babang

Komitmen memelihara kucing itu tidak mudah, apalagi dia berasal dari jalanan. Pernah menyicipi kerasnya jalanan membuat watak dia kadang tidak ramah. Reaksi dia saat melawan itu selalu jadi kejutan. Karena merawat saat dia besar, praktis kami tidak kenal watak dia, bagaimana dia bereaksi saat tidak nyaman, dan sakit apa saja.

Namun kami berusaha menjalankan komitmen ini meski dalam perjalanannya tidak mudah. Segala tahap perhalan kami selesaikan. Seiring perjalanan pun akhirnya Babang menunjukkan perubahan. Yang paling mencolok adalah fisik.

Jika sebelumnya dia punya bulu kasar, kusam, berdebu, ada ruam-ruam di beberapa sisi. Kini bulunya berwarna lebih gelap, halus, tebal, tak ada ruam. Jika dulu perutnya cekung dan jalannya pincang, kini Babang lebih subur dengan jaringan lemak disegala penjuru. Andai dia ramah akan sangat menyenangkan dipeluk. Jika dulu dia kasar mengeong, kini suaranya lembut dan manis banget.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You May Also Like
Read More

Settle Down Wingko Babang

Akhirnya, setelah sekian lama terkumpul juga keberanian menuliskan ini di blog. Karena kehilangan tak akan mudah dipulihkan, itu…