Settle Down Wingko Babang

Akhirnya, setelah sekian lama terkumpul juga keberanian menuliskan ini di blog. Karena kehilangan tak akan mudah dipulihkan, itu yang selalu saya pegang. Kehilangan terbesar saya di akhir 2019 lalu ialah saat kucing saya, Wingko Babang, tutup usia. Rasa sedihnya masih tersisa dan terasa jelas di hati, namun sudah waktunya untuk bergerak maju.

Kepergian Kucing Tersayang, Wingko Babang

15 Desember 2019 lalu kami mendapatkan pesan dari sang dokter bahwa Babang tak dapat bertahan pada pagi hari. Setelah melalui berbulan-bulan pengobatan, akhirnya dia lelah juga berjuang. Membaca pesan itu, sebagian dari diri ini lega karena akhirnya Babang tak lagi merasakan sakit yang sebulan lalu melemahkan dia, ia tak harus menghadapi obat-obat yang kami paksa masukkan. Namun sebagian dari kami pun bersedih karena kehilangan teman seperjuangan hidup di rumah ini.

Nyatanya rasa kehilangan itu masih terasa setiap kali kami mengingat hari itu. Beratnya untuk menahan tangis, beratnya pergi menjemput jasad Babang dari klinik. Beratnya hati ini saat ingat sehari sebelumnya kami mengantar dia dan berhadap dia bisa bertahan dirawat di klinik. Saya ingat, Sabtu siang Babang berjalan ingin keluar rumah, dengan langkah gontainya berjuang berjalan menuju pintu depan. Ia memandang nanar ke luar, mungkin saat itu dia ingin melarikan diri dan tidur tenang meninggalkan kami.

Hari itu juga, saya berikan dia obat terakhir, menyuapi makanan yang sudah dibuat bubur, untuk terakhir kalinya. Lalu saya antar dia ke klinik untuk dirawat, paling tidak mendapatkan infus. Ya itu kali saya mengantar sendiri, keluar dari klinik pikiran saya kacau rasanya berat dan tidak fokus. Agaknya perpisahan kami sesederhana pertemuan kami dengan Babang. Ya udah gitu doang.

Saya masih ingat Babang masih segagah waktu dia sehat, bulunya masih lebat sebangganya itu akan bulu kucing ini, tenaganya juga masih ada untuk melawan saat dimasukkan obat. Ketika saya mengambil jasadnya, ia sudah dikemas dengan sangat apik oleh klinik. Karena kami tahu hari ini memang akan tiba, berdua hanya lempeng saja dan tidak terlalu emosional. Sepanjang jalan perjalanan membawa kargo, sepanjang jalan itu pula kami bergumam sendiri untuk menenangkan diri akan kabar kehilangan.

Mengisi pikiran bahwa kami berdua sudah sangat maksimal merawat dia, bahwa dokter di klinik sudah sangat sabar menghadapi dia, dan Babang sudah berjuang sangat jauh. Semua sudah maksimal.

Kisah Perpisahan Terakhir yang Masih Diingat

Hari minggu siang itu begitu tak nyata rasanya. Sebelumnya kami sudah memikirkan bagaimana cara menguburkan dia namun tak ada cara jelas. Tapi hari itu saya memberanikan diri untuk meminta ijin melewati pembatas rumah tetangga menuju kebun kosong di sebelahnya. Iya kami turun ke sana dengan cangkul, mencoba mencari tanah yang cukup gembur untuk menguburkan dia.

Masih bisa saya ingat, kali terakhir sebelum Babang dikubur. Kami menimang dia, masih seberat dulu. Dibelai bulunya, ah, masih selembut dulu. Namun ia sudah tertidur dan kami harus menyempurnakan tidurnya dengan membaringkan ke liang uang sudah dibuat. Di sana, di kebun yang selalu membuat Babang penasaran. Akhirnya dia bisa tidur di sana dengan tenang, ia tak merasakan sakit, tak kesusahan makan, bisa bermain dengan tenangnya.

Selesai bebersih dari mengubur Babang, kami pun bergegas meninggalkan rumah. Dipikiran hanya, kami harus minum kopi untuk menenangkan diri. Lalu pergi ke Simetri Coffee Roaster dan memesan masing-masing satu gelas kopi. Di sana, dengan mata menahan tangis, saya menuliskan unggahan berita duka di akun Instagram Babang.

Singkat saja unggahannya, memberitahukan kepada teman yang mengikuti akun itu jika Babang sudah tutup usia dan beristirahat selamanya.

Perjalanan Terakhirnya

Babang itu divonis sakit gagal ginjal setelah berkali-kali dicek oleh dokter. Selama beberapa bulan terakhir pun ia sudah mengkonsumsi makanan khusus untuk kucing penderita gagal ginjal. Ada juga asupan suplemen penambah darah yang diminumkan, karena ternyata dia anemia dari hasil testnya. Setiap hari dia minum obat 2x dan asupan makanannya sudah dijadikan bubuk untuk kemudian jadi bubur. Dia sudah tak mau makan, jadi harus masuk dengan paksa melalui pipet.

Selama sebulan terakhir, saya merasa kesabaran diuji begitu kuat. Saya pikir diri ini sudah sabar, tapi ternyata menghadapi kolokannya kucing ini mengasah kesabaran luar biasa. Kamu bahkan tak bisa membentaknya meski kesal. Beberapa kali Babang harus diinfus dan test darah guna tau perkembangan kesehatannya. Mungkin terdengar aneh buat kucing saja sampai segitunya. Tapi kalau sudah berkomitmen, kami ingin menyelesaikan dengan sebaik mungkin.

Usaha kami sudah sangat maksimal, malah katanya jika tidak semaksimal ini mungkin dari awal sudah tak ada Babang yang sehat dan aktif itu.

Pernah satu waktu saat kami lelah mental dan tenaga, secara sadar kami bilang jika dia ingin pergi kami tak akan mencegah. Dia sudah berjuang sangat kuat hingga hari itu. Kami pun telah merasakan pengalaman hidup beriringan yang sangat berharga bersamanya. Melihat dia kesulitan bergerak dan  kesulitan makan malah membuat kami sedih. Ya, hingga akhirnya kami mengucapkan itu, mengumpulkan kerelaan terbesar untuk melepasnya.

Tapi meski demikian kepergian Babang ternyata memang menorehkan sedih yang cukup dalam, bahkan untuk menuliskan sebagian cerita ini saja butuh waktu hampir satu tahun. Mengingat momen terakhir kami bersama, momen perpisahannya, dan rasa bersalah ia harus dipaksa minum obat sebulan terakhir begitu menyesakkan.

Saya kira cukup sampai di sini saja ceritanya ya. Jika ada waktu ingin menuliskan pengalaman memelihara Babang, tapi saat sudah terkumpul tenaga.

Oh, tapi apakah kami akan memelihara kucing lagi? Sepertinya hal itu terbuka lebar sekarang, karena lukanya sudah lumayan sembuh. Kesenangan di sekitar anabul ini tak bisa ditahan 🙂

2 comments
  1. ya ampun..sedihnyaaa, dulu waktu kucingnku sakit muntah-muntah, aku bawa dia sendirian mutar-mutar nyari klinik yang masih buka malam-malam. Setelah baikan, dia pergi ninggalin rumah. itu aja udah sedih, gimana kalau ngeliat langsung hewan peliharaan kita mati ya.. :(((

    1. Meski hanya kucing, tapi entah mengapa rasa sedihnya tak mudah pulih sih.

      Walah, ini malah kamu ditinggal minggat setelah dia sehat ya. Ya cuma bisa berdoa semoga dia sehat selalu 🙂

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You May Also Like
journal indonesia
Read More

Peralatan Awal Berjurnal

Sekian lama menggunakan sistem bullet journal dalam berjurnal dan merasakan manfaatnya. Saya rasa sudah waktunya membagikan beberapa cerita…